Jakarta (ANTARA) – “Meski menjadi warga negara yang produktif dan meluangkan waktu untuk bekerja itu penting, mungkin kita perlu lebih menghargai pentingnya waktu luang dan bersantai.” Demikian kata Sage Wilcock.
Ketika orang-orang bosan bekerja dan merasa perlu mengambil liburan panjang, mereka mungkin tidak selalu dapat bertindak berdasarkan naluri mereka mengingat banyaknya hal yang diperlukan dalam liburan.
Seringkali mereka mencoba meluangkan waktu untuk mengunjungi tempat-tempat yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka (dan nyaman) agar mereka dapat sedikit bersantai dan lebih produktif dalam bekerja nantinya.
Beberapa orang senang berjalan-jalan di tempat sepi sambil mendengarkan kicauan burung atau sekadar menyaksikan burung beraktivitas. Atau bahkan, pelajari beberapa hal tentang mereka.
Jika itu pilihan Anda, maka kunjungan ke Taman Burung Jagat Satwa Nusantara di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) akan sangat bermanfaat untuk Anda.
Terletak di Jakarta Timur, TMII dapat dicapai dengan menggunakan Light Rail Transit (LRT) dan shuttle gratis yang disediakan TMII di stasiun LRT TMII. Namun, disarankan untuk membeli tiket secara online terlebih dahulu.
Setelah sampai di TMII, Anda perlu naik shuttle lagi untuk mencapai Taman Burung Jagat Satva Nusantara. Harap diperhatikan: Pengunjung tidak diperbolehkan menawarkan makanan kepada burung di sini.
Taman Burung Jagat Satva Nusantara
Taman burung ini dibangun pada tahun 1976 dan diresmikan oleh mantan Presiden Soeharto pada tahun 1987. Merupakan salah satu dari tiga tempat dimana masyarakat dapat melihat satwa hidup di TMII.
Taman burung ini memiliki ribuan jenis burung, seperti merak hijau jawa dan merak india, serta memiliki fasilitas karantina terpisah untuk merawat burung yang sakit.
Merak India (Merak Biru) merupakan salah satu burung yang dapat dilihat di Taman Burung. (ANTARA/Cindy Frischanti)
Kawasan tersebut terdiri dari kubah berpagar tempat burung dipelihara secara terpisah sesuai habitat aslinya. Banyak burung yang bisa terbang bebas di dalam kubah.
Saat pengunjung memasuki Taman Burung, mereka akan menjumpai dua blok yang mewakili Indonesia Barat dan Indonesia Timur.
Blok sebelah kanan melambangkan Indonesia bagian timur disebut Wallace & Sahul, sedangkan blok sebelah kiri melambangkan Indonesia bagian barat disebut Sunda Besar.
Wallace & Sahul bertindak sebagai saluran air dalam yang memisahkan tepi tenggara Paparan Sunda dari Paparan Sahul.
Sekar, salah satu pegawai TMII, mengatakan Taman Burung tidak hanya berfungsi sebagai tempat melihat burung, tapi juga sebagai kawasan lindung.
“Kami bisa beternak elang jawa di sini,” katanya.
Elang Jawa merupakan hewan endemik Pulau Jawa. Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) telah mengklasifikasikannya sebagai spesies yang terancam punah, dan pemerintah Indonesia juga telah menyatakannya sebagai burung yang dilindungi.
Taman burung memberikan informasi mengenai burung yang dilindungi dan yang tidak, berdasarkan Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2018 (Permen LHK 2018). Ini juga memberikan rincian pola makan, status distribusi dan habitat mereka.
Ia juga mempunyai informasi mengenai status konservasi burung IUCN, yang juga dikenal sebagai Daftar Merah IUCN. Di Taman Burung, Daftar Merah IUCN dibagi menjadi lima status: Sangat Terancam Punah, Terancam Punah, Rentan, Hampir Terancam, dan Paling Tidak Kepedulian.
Papan informasi mengenai burung-burung yang dapat dilihat di Taman Burung. (ANTARA/Cindy Frischanti)
Hidup berdampingan dengan alam
Dalam suasana santai di Taman Burung, masyarakat dapat memperoleh pengetahuan tentang burung dan belajar bagaimana manusia dapat hidup berdampingan dengan alam, serta bertemu dengan burung-burung yang tergolong terancam punah.
Misalnya, Daftar Merah IUCN telah mengklasifikasikan burung merak hijau sebagai spesies yang terancam punah. Penyebab penurunan populasi spesies tersebut terutama adalah perburuan masyarakat, selain konversi atau hilangnya lahan, serta perusakan habitat.
Indonesia terkenal dengan hutan hujan tropisnya, yang merupakan rumah bagi beragam satwa liar. Namun, sebagian hutan diubah menjadi perkebunan atau digunakan untuk pertambangan sehingga membahayakan satwa liar yang hidup di dalamnya.
Oleh karena itu, dalam bercocok tanam, perhatian harus diberikan pada penghijauan. Hal ini memerlukan multitasking yang harus dilakukan secara simultan dan terus menerus untuk melestarikan alam dan satwa liar. Manusia harus berusaha hidup berdampingan dengan alam.
Kunjungan ke Taman Burung jelas menunjukkan bahwa satwa liar, khususnya burung, takut terhadap manusia. Burung ada yang menghindari manusia, ada pula yang mengabaikan manusia, meskipun ada juga yang cukup ramah karena penjaga hewan telah melatihnya untuk tidak menyerang manusia.
Petugas taman juga mengingatkan pengunjung untuk tidak terlalu mengganggu burung saat memotretnya, terutama burung kasuari berusia 22 tahun karena diketahui mampu membunuh manusia karena kakinya yang kuat. Meski hal ini seringkali sulit dipercaya orang, karena gambar kasuari seringkali tidak sesuai dengan ukuran dan kekuatan sebenarnya.
Kasuari berumur 22 tahun di Taman Burung. Staf taman menyarankan pengunjung untuk sesedikit mungkin mengganggu burung saat mengambil gambar. (ANTARA/Cindy Frischanti)
Berita Terkait: Mengungkap Keajaiban Perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia Berita Terkait: Ibu Negara Iriana Persembahkan 'Mini Indonesia' kepada Pasangan ASEAN Berita Terkait: Batik Simbol Persatuan dan Keberagaman yang Paling Luar Biasa: Menteri Makarim
informasi turis
turis information,
tempat rekreasi di Indonesia