Foto oleh Edward Speirs
Di seberang Selat Badung terdapat tiga pulau berbeda di lepas pantai Bali. Nusa Penida yang sekarang terkenal, sebuah pulau besar dan terjal yang telah menjadi tujuan wisata sehari utama, dan dua pulau kecil Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan.
Antara Lembongan dan Ceningan terdapat aspek kehidupan lokal yang unik, yaitu saluran sempit yang dilalui laut setiap hari. Di bawah perairan ini terdapat peternakan rumput laut yang melimpah, yang ditandai dengan kuadran hijau tua yang menaungi dasar laut.
Setiap pagi, para petani rumput laut mengarungi perairan dangkal untuk memanen hasil laut mereka, memungut tumpukan rumput laut – atau lebih tepatnya, ‘lumut’ rumput laut – dan mengisi perahu kecil mereka.
Foto oleh Edward Speirs
Foto oleh Edward Speirs
Foto oleh Edward Speirs
Foto oleh Edward Speirs
Ketika para petani rumput laut kembali ke pantai, mereka menarik keranjang mereka (masing-masing 40 kg!) ke dataran dan menjemur hasil panen mereka di bawah sinar matahari. “Harganya sekitar Rp 14.000 per kilo,” kata Jero Mangku I Wayan Siteng, 62 tahun. “Ini untuk berat kering… hasil tangkapan kami kehilangan 90% beratnya saat dikeringkan,” tambah warga Lembongan.
Pak Wayan memperkirakan industri ini dimulai pada tahun 1982, ketika seseorang membawa rumput laut dari Lombok dan meminta masyarakat pesisir di Nusa Lembongan untuk menanamnya. Kanal antara Ceningan dan Lembongan sangat cocok untuk ini, perairannya yang jernih dan dangkal memastikan lumut mendapat banyak sinar matahari untuk fotosintesis… dan alam akan melakukan sisanya.
Namun, budidayanya memakan waktu, seperti halnya pertanian darat lainnya. Tidak diperlukan benih: Rumput laut dan lumut laut berkembang biak secara vegetatif, daun-daun baru bertunas dari potongan-potongan kecil dan tumbuh menjadi rumpun yang sehat. Namun mereka harus siap menghadapi dunia pertanian, yang merupakan peran perempuan yang lazim di masyarakat pesisir Lembongan. Sambil duduk di tempat teduh, mereka mengikat bibit berukuran dua inci ke tali nilon panjang, yang kemudian ditanam dan direntangkan di sepanjang dasar laut yang dangkal. Setiap keluarga petani akan mempunyai batas wilayah lautnya masing-masing, yang ditandai dengan tiang-tiang kayu yang menonjol keluar dari perairan tempat perahu dayung mereka ditambatkan.
Foto oleh Edward Speirs
Foto oleh Edward Speirs
Foto oleh Edward Speirs
Foto oleh Edward Speirs
Setelah sekitar 35 hari, bibit telah tumbuh menjadi rumpun besar yang siap dikumpulkan, dipanen, dan dikeringkan. Pak Wayan mengatakan sebagian besar lumut laut asal Lembongan dibeli dan dimanfaatkan untuk industri perawatan kulit di luar negeri, dijual dengan harga yang menggiurkan. Euchema, sejenis rumput laut khusus yang ditanam di sini, kaya akan karagenan, bahan yang biasa digunakan sebagai bahan pembentuk gel, pengental, atau penstabil. Setelah diekstraksi, ia digunakan dalam berbagai industri, baik pengolahan makanan, pembuatan bir, perlengkapan mandi, susu, farmasi, dan perawatan kulit.
Tentu saja semuanya cukup modern. Jenis rumput laut khusus ini juga dapat dimakan (umumnya dimakan dan ditanam di Filipina, dikenal sebagai guso). Faktanya, rujak bulung masakan lokal Bali menggunakan rumput laut sebagai bahan dasarnya: semacam salad dengan taburan saus lemon dan pedas.
Saat Anda mengunjungi Nusa Lembongan atau Nusa Ceningan, luangkan waktu sejenak untuk melihat para petani rumput laut pekerja keras ini mengarungi lautan biru di bawah sinar matahari. Anda akan melihat mereka memetik di pagi hari saat matahari sedang rendah dan sejuk.
informasi turis
turis information,
tempat rekreasi di Indonesia