Sentuhan akhir, seorang pembuat topeng mengaplikasikan lapisan cat glossy pada topeng Hanoman miliknya – Foto oleh IB Putra Adnian
Pemahat topeng merupakan salah satu perajin penting di Bali. Dengan kreasinya yang halus, para perajin terampil ini menghidupkan karakter dalam panggung tari ritual Bali. Tentu saja, di Pulau Dewata, topeng lebih dari sekadar topeng: topeng adalah benda suci, medium, dan alat transformasi.
Topeng memiliki sejarah panjang di Bali, contoh paling “pribumi” ditemukan di Kintamani di desa Trunjan di Bali Aga (Bali kuno), yang membentang di sepanjang tepi Danau Batur. Pada hari jadi (odalana) pura desa mereka, Pura Ratu Pancering Jagat, diadakan pertunjukan ritual unik yang disebut Barong Brutuk, di mana 21 penari tampil dengan mengenakan kostum pisang liar dan berbulu lebat, mengambil karakter berbeda dari cerita kuno, yang digambarkan melalui topeng mereka yang sederhana dan berwarna dari batok kelapa.
Topeng Bali seperti yang kita kenal sekarang pertama kali tercatat dalam “Prasati Bebetin” (Prasasti Bebetin), tercatat bahwa topeng tersebut sudah digunakan pada akhir abad ke-9. Selama berabad-abad, bentuk seni ini semakin penting, karena topeng menjadi pusat hiburan istana para bangsawan, dan bahkan sebagai pertunjukan keagamaan atau sakral.
Barong Brutuk di Desa Trunyan – Foto oleh IB Putra Adnian
Prof. Dr I Made Bandem pamer kepiawaian menari – Foto oleh IB Putra Adnian
“Menari di bawah topeng bukan sekedar hiburan langsung untuk hiburan masyarakat,” tulis Profesor I Made Bandem dalam bukunya “Topeng Bali: Antara Surga dan Neraka.” “Tetapi juga merupakan alat didaktik yang secara langsung mengajarkan banyak aspek agama Hindu Bali – etika, moral, prinsip agama, etiket, asal usul, mitos, cerita dan sejarah.” Profesor Bandem mencatat sembilan tradisi atau jenis tari topeng yang spesifik di Bali, yaitu Brutuk, Barong, Barong Landung, Borong Dingkling, Wayang Wong, Topeng Rangda, Topeng Bidadari, Topeng Gajah Mada dan Topeng Babad. Mereka dibedakan berdasarkan ikonografi dan fungsinya.
Tradisi tari yang disebutkan di atas lebih dari sekedar pertunjukan. Secara tradisional, semua topeng memiliki fungsi dan tujuan keagamaan, dan oleh karena itu topeng juga bersifat sakral, sehingga menjadikannya lebih dari sekadar 'objek' atau 'substrat'. Dalam prakteknya, topeng-topeng tersebut adalah taksu atau tenget, yang bermuatan magis, bertindak sebagai jembatan dan penghubung antara dunia Bali, Sekal dan Niskal yang terlihat dan tidak terlihat; memungkinkan pemiliknya mengakses kekuatan dari pihak lain, atau, bahkan sebaliknya. Oleh karena itu, proses pembuatan topeng selalu penting, dan dibutuhkan lebih dari sekadar 'keterampilan' untuk memastikan bahwa topeng tersebut benar-benar siap menjalankan peran sakralnya.
Membuat topeng suci
Seorang pemahat topeng membuat sketsa visinya di atas kayu – Foto oleh IB Putra Adnian
Ukiran topeng Bali merupakan kerajinan kuno yang sering diwariskan dari generasi ke generasi. Pemahat topeng dikenal dengan sebutan undagi tapel, dan pembuat topeng paling suci (sungsungan) sering kali berasal dari kasta atas, karena pembuatannya tidak hanya membutuhkan keterampilan manual, namun juga melibatkan banyak proses dan ritual keagamaan. Seperti kebanyakan pengrajin kerajinan di Bali, pembuatan topeng sebagian besar berpusat di satu desa: Singapadu. Desa ini mulai membuat topeng barong sekitar abad ke-14, dan kemudian mengembangkan khasanah yang lebih besar dengan kedatangan I Deva Agung Appi, keturunan keluarga kerajaan Klungkung, pada awal abad ke-18. Keterampilan dan tradisi pembuatan topeng masih bertahan dari generasi ke generasi hingga saat ini.
Seperti yang telah diketahui, masker ada banyak jenisnya. Karakter setiap topeng mewakili arketipe sosial, mulai dari pahlawan hingga penjahat, hewan hingga setan, dan ciri-ciri yang terlihat terkait dengan ciri-ciri karakter tersebut. Semua harus bersatu untuk menciptakan kepribadian yang koheren dan terlihat. Pemahat topeng akan mendeskripsikan ciri-cirinya sebagai halus, halus, untuk karakter lemah lembut atau mulia; keras atau kasar untuk karakter yang terlihat kasar; dan barak, kasar atau vulgar, untuk mereka yang benar-benar jahat.
Munggel Taru, upacara penebangan kayu diadakan di Bangli – Foto oleh IB Putra Adnian
Upacara penyucian masker berlangsung – Foto oleh IB Putra Adnian
Imam menuliskan teks suci pada topeng suci – Foto oleh IB Putra Adnjan
Topeng yang dibuat untuk penari Bali dan pertunjukan keagamaan bukan sekadar hiasan performatif: melainkan benda sakral. Oleh karena itu, diperlukan proses yang panjang dan melelahkan untuk membuatnya, terutama topeng tokoh Barong, Rangda dan Dalem Sidhakaria. Selama proses pembuatannya, diperlukan beberapa upacara untuk memastikan bahwa setelah selesai, topeng tersebut cukup berat.
Pertama, kayu yang dibutuhkan untuk membuat topeng suci harus berasal dari pohon tertentu, seperti pohon pula, sandat, jabon, kepung rangdu. Dalam beberapa kasus, hanya pohon pula yang berada di dalam Pura Dalem (kuil kematian) yang dapat digunakan. Kadang-kadang, balian dapat dipanggil untuk bertindak sebagai media, sehingga masyarakat setempat dapat mendengar langsung dari dewa pura apa yang akan digunakan dalam pembuatan topeng suci tersebut.
Setelah jenis pohon ditentukan, pohon tersebut tidak sepenuhnya ditebang untuk tujuan ini. Sebaliknya, bagian pohon yang cukup untuk dijadikan topeng, dihilangkan dalam proses yang disebut ngepel. Oleh karena itu, semua topeng yang terbuat dari kayu yang sama dianggap 'saudara kandung' atau massemeton. Setelah kayu diambil dan dipersembahkan kepada kayu tersebut, kayu tersebut harus disentuh (atau 'diinjak') secara simbolis oleh para dewa dalam proses ritual yang disebut napak, sebelum pemahat kayu dapat memulai.
Pemasaran, kemunculan masker pertama kali di hadapan publik – Foto oleh IB Putra Adnian
Setelah selesai, topeng-topeng tersebut dibersihkan secara upacara (upacara malaspas) dan kemudian dihidupkan kembali. Seperti yang telah disebutkan, topeng adalah benda suci, merupakan jembatan menuju dunia lain dan harus tenge bagi penarinya untuk memasuki keadaan kesurupan ketika roh dikatakan masuk ke dalam tubuh dan mengambil alih.
Untuk itu diperlukan upacara pasupati, yang menghidupkan topeng, menjadikannya benda gaib, dihormati dan disakralkan. Terakhir, untuk menguji kesuciannya diuji melalui pertunjukan seremonial masuki.
Proses-proses inilah yang memisahkan topeng 'suvenir' dengan topeng suci. Jadi para pemahat topeng di Bali lebih dari sekedar perajin, mereka adalah pembawa kehidupan, menjembatani dunia kasat mata dan tak kasat mata.
Edward Speirs Edward, atau Eddie begitu ia lebih suka dipanggil, adalah pemimpin redaksi SEKARANG! Bali dan tuan rumah SEKARANG! Podcast Bali. Dia menyukai fotografi, jalan-jalan ke pedesaan, dan senang bahwa karyanya memperkenalkannya kepada orang-orang dari semua lapisan masyarakat.
informasi turis
turis information,
tempat rekreasi di Indonesia